Hakikat Kekayaan Hati dan Kaya Yang Sebenarnya

Hakikat Kekayaan Hati dan Kaya Yang Sebenarnya

Assalamualikum.

Kaya Yang Sebenarnya !
Betapa banyak orang yang hartanya banyak, namun hatinya miskin sehingga selalu merasa kekurangan?

Dan betapa banyak orang yang fakir tetapi hatinya kaya dan memiliki sikap qana’ah merasa kaya dan tidak berkurangan?
Ketika Allah mentakdirkan dan menempatkan sebuah keadaan untuk kita, pasti disana Allaah pun telah menyiapkan jalan kemudahan juga rejeki untuk kita..

Tinggal kita yakin dan bergantung kepada Allah atau tidak..
Tinggal kita mau ikhtiar dan tawakal kepada Allah atau tidak

Mau sekaya apa pun kita, makannya tetap cuma sepiring tak berubah menjadi sepuluh piring..
Jadi jangan risaukan harta untuk hari esok..
Dari Salamah bin Ubadullah bin Mihshan Al Hazhmiy dari ayahnya yang pernah bersahabat dengan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, ia berkata,

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
“Barang siapa yang di pagi hari dirinya aman, sehat badannya, dan di dekatnya ada makanan untuk hari itu, maka seakan-akan dunia telah diberikan kepadanya.”
(HR. Tirmidzi, dan dihasankan oleh Syaikh Al Albani)

✍Ummu Irhabiy Ari


Hakikat Kekayaan Hati


Orang kaya pastikah selalu merasa cukup?
Belum tentu.
Betapa banyak orang kaya namun masih merasa kekurangan.

Hatinya tidak merasa puas dengan apa yang diberi Sang Pemberi Rizki.
Ia masih terus mencari-cari apa yang belum ia raih.
Hatinya masih terasa hampa karena ada saja yang belum ia raih.

Coba kita perhatikan nasehat suri tauladan kita.
Dari Abu Hurairah, Nabi ï·º bersabda,

“Kaya bukanlah diukur dengan banyaknya kemewahan dunia. Namun kaya (ghina’) adalah hati yang selalu merasa cukup.”
(HR. Bukhari no. 6446 dan Muslim no. 1051)

Dalam riwayat Ibnu Hibban, Nabi ï·º memberi nasehat berharga kepada sahabat Abu Dzar.
Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu berkata,

“Rasulullah ï·º berkata padaku,
“Wahai Abu Dzar, apakah engkau memandang bahwa banyaknya harta itulah yang disebut kaya (ghoni)?”

“Betul,” jawab Abu Dzar.
Beliau ï·º bertanya lagi, “Apakah engkau memandang bahwa sedikitnya harta itu berarti fakir?”

“Betul,” Abu Dzar menjawab dengan jawaban serupa.
Lantas beliau ï·º pun bersabda,

“Sesungguhnya yang namanya kaya (ghoni) adalah kayanya hati (hati yang selalu merasa cukup). Sedangkan fakir adalah fakirnya hati (hati yang selalu merasa tidak puas).”
(HR. Ibnu Hibban. Syaikh Syu’aib Al Arnauth berkata bahwa sanad hadits ini shahih sesuai syarat Muslim)

Inilah nasehat dari suri tauladan kita. Nasehat ini sungguh berharga.
Dari sini seorang insan bisa merenungkan bahwa banyaknya harta dan kemewahan dunia bukanlah jalan untuk meraih kebahagiaan senyatanya.
Orang kaya selalu merasa kurang puas.
Jika diberi selembah gunung berupa emas, ia pun masih mencari lembah yang kedua, ketiga dan seterusnya.
Oleh karena itu, kekayaan sebenarnya adalah hati yang selalu merasa cukup dengan apa yang Allah beri.

Itulah yang namanya Qona’ah.
Itulah yang disebut dengan ghoni (kaya) yang sebenarnya.

Ibnu Baththol rahimahullah mengatakan,
“Hakikat kekayaan sebenarnya bukanlah dengan banyaknya harta.

Karena begitu banyak orang yang diluaskan rizki berupa harta oleh Allah, namun ia tidak pernah merasa puas dengan apa yang diberi dan dimiliki.
Orang seperti ini selalu berusaha keras untuk menambah dan terus menambah harta.
Ia pun tidak peduli dari manakah harta tersebut ia peroleh.
Orang semacam inilah yang seakan-akan begitu fakir karena usaha kerasnya untuk terus menerus memuaskan dirinya dengan harta.
Perlu dicamkan baik-baik bawa hakikat kekayaan yang sebenarnya adalah kaya hati (hati yang selalu ghoni, selalu merasa cukup).
Orang yang kaya hati inilah yang selalu merasa cukup dengan apa yang diberi, selalu merasa qona’ah (puas) dengan yang diperoleh dan selalu ridho atas ketentuan Allah.
Orang semacam ini tidak begitu tamak untuk menambah harta dan ia tidak seperti orang yang tidak pernah letih untuk terus menambahnya.
Kondisi orang semacam inilah yang disebut ghoni (yaitu kaya yang sebenarnya).”
Intinya, orang yang kaya hati berawal dari sikap selalu ridho dan menerima segala ketentuan Allah Ta’ala.
Ia tahu bahwa apa yang Allah beri, itulah yang terbaik dan akan senatiasa terus ada

Sikap inilah yang membuatnya enggan untuk menambah apa yang ia cari.
Perkataan yang amat bagus diungkapkan oleh para ulama,

“Kaya hati adalah merasa cukup pada segala yang engkau butuh. Jika lebih dari itu dan terus engkau cari, maka itu berarti bukanlah ghina (kaya hati), namun malah fakir (miskinnya hati).”

Namun bukan berarti kita tidak boleh kaya harta. Nabi ï·º bersabda,

“Tidak apa-apa dengan kaya bagi orang yang bertakwa. Dan sehat bagi orang yang bertakwa itu lebih baik dari kaya. Dan bahagia itu bagian dari kenikmatan.”
(HR. Ibnu Majah no. 2141 dan Ahmad 4/69. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini shahih)

Dari sini bukan berarti kita tercela untuk kaya harta, namun yang tercela adalah tidak pernah merasa cukup dan puas (qona’ah) dengan apa yang Allah beri.
Padahal sungguh beruntung orang yang punya sifat qona’ah.

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr bin Al ‘Ash, Rasulullah ï·º bersabda,
“Sungguh sangat beruntung orang yang telah masuk Islam, diberikan rizki yang cukup dan Allah menjadikannya merasa puas dengan apa yang diberikan kepadanya.”
(HR. Muslim no. 1054)

Saudaraku … milikilah sifat qona’ah, kaya hati yang selalu merasa cukup dengan apa yang Allah beri.
Semoga Allah menganugerahkan kita sekalian sifat yang mulia ini.

Belum ada Komentar untuk "Hakikat Kekayaan Hati dan Kaya Yang Sebenarnya"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel